Consultation

Donny A. Wiguna CFP, QWP, AEPP, QFE adalah QUALIFIED FINANCIAL EDUCATOR, dari FPSB sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi yang diakui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melayani konsultasi dan bantuan penjelasan serta pelatihan Asuransi, Investasi, Dana Pensiun, dan Estate Planning. Berpengalaman mengajar dalam keuangan sejak 2007.

Hubungi Donny A. Wiguna dengan SMS atau Whatsapp di 0818-222-634
Area Bandung dan Jakarta serta sekitarnya.

Pencarian

Friday, August 5, 2016

Asuransi Bukan Harta

ASURANSI JIWA BUKAN ASET, BUKAN HARTA MILIK seseorang. Jika kita mempunyai polis Asuransi Jiwa, polis itu tidak bisa dipindah-tangankan. Tidak bisa dijadikan agunan kredit. Tidak bisa digadaikan. Bisa diserahkan, kepada perusahaan Asuransi yang menutup pertanggungan -- istilahnya, di 'surrender'.



Memang betul, ada nilai tunai dalam produk asuransi jiwa seumur hidup. Atau ada nilai tunai plus nilai terakumulasi di produk asuransi jiwa universal life. Atau ada nilai investasi di asuransi jiwa unit link. Tetapi dengan semua nilai ini, ketahuilah bahwa seluruhnya, secara kepemilikan, adalah milik dari perusahaan Asuransi Jiwa. Lihat saja cara perusahaan Asuransi Jiwa mencatatkan pembukuan atas nilai investasi yang dimasukkan.

Jadi, dalam konsepnya, semua dana masuk sebagai CADANGAN PREMI. Dari cadangan premi ini akan ditarik dana secara berkala untuk membayar premi. Perbedaan antara asuransi jiwa seumur hidup dan asuransi jiwa unit link adalah bentuknya: pada asuransi jiwa seumur hidup, bentuknya berupa nilai tunai, yang oleh perusahaan akan diinvestasikan dalam instrumen yang berisiko rendah. Tetapi pada unit link, bentuknya berupa dana kelolaan atau aktiva, yang nilainya dibagi dengan jumlah unit yang ada sehingga membentuk nilai aktiva bersih (NAB).

Mungkin terlihat serupa dengan reksa dana, tetapi di unit link ada perbedaan besar. Pada reksa dana, nasabah tetap menjadi pemilik dana, yang dikumpulkan secara kolektif dalam satu kontrak investasi. Kepemilikan atas aktiva ini dipindahkan ke tangan wali atau kustodi dari nasabah, yaitu bank kustodian. Manajer Investasi tidak memegang dana itu; mereka hanya mengelolanya.

Lain halnya dengan asuransi jiwa unit link. Yang memiliki dana adalah asuransi jiwa, yang dikumpulkan secara kolektif. Tidak dibutuhkan wali di sini -- maka, tidak perlu ada bank kustodian di asuransi jiwa unit link. Memang kumpulannya masuk dalam apa yang disebut Dana Investasi Pemegang Polis yang harus dipisahkan dari aset dan liabilitas lainnya, namun kumpulan ini tetap masuk dalam neraca Perusahaan Asuransi Jiwa.

Investasi unit link bisa ditarik dan ditambahkan, seolah-olah Pemegang Polis memilikinya secara langsung, namun perlu dipahami bahwa ini merupakan fitur yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Karena itu, perusahaan asuransi jiwa mempunyai keleluasaan untuk mengatur penetapan perhitungan nilai aktiva bersih alias harga unit, serta penetapan biaya asuransi dan biaya manfaat tambahan, serta biaya lain yang diambil dengan cara mencairkan unit yang tersedia.

Di dalam asuransi syariah, situasinya berbeda. Cadangan premi atau nilai investasi tidak dimiliki oleh perusahaan asuransi, melainkan milik kumpulan para pemegang polis. Ada perjanjian atau akad yang dibuat di antara pemegang polis, selain juga ada akad antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola, yang mengenakan biaya pengelolaan. Jika ada keuntungan, hasilnya dibagikan di antara peserta.

Karena bukan harta yang dimiliki oleh Pemegang Polis, maka pada dasarnya asuransi tidak perlu dimasukkan dalam daftar harta di pelaporan pajak. Perubahan aset investasi pada asuransi akan dikenakan pajak saat transaksi dilakukan oleh manajemen investasi yang mengelolanya, jadi bagi Pemegang Polis tidak lagi dikenakan pajak. Ini juga terjadi di dalam Reksa Dana. Peraturan perpajakan di Indonesia juga menyatakan bahwa klaim asuransi bukan merupakan objek pajak.


Yang menjadi pembeda adalah jika asuransinya terletak di luar negeri, sedangkan pemegang polis dan tertanggung berada di Indonesia. Klaim dari asuransi di luar negeri dianggap sebagai penghasilan dari luar negeri, kecuali sebelumnya sudah dinyatakan dan dijelaskan dari mana sumber pembayaan preminya. Penting untuk diperhatikan bahwa pembayaran premi bukan pengurang pajak. Jadi, premi asuransi seharusnya dibayar dari penghasilan yang sudah dihitung pajaknya.

Memiliki polis asuransi berarti memiliki perjanjian bersama dengan sekumpulan besar orang, sehingga bisa memastikan suatu aliran dana akan terjadi di masa depan, walaupun secara individu masa depan itu tidak bisa dipastikan. Kalau harta atau aset bisa hilang atau berkurang nilainya, asuransi bisa memastikan bahwa harta atau aset itu nilainya tetap.

Satu contoh. Misalnya seseorang memiliki sebuah ruko, dengan nilai hari ini Rp 3 Milyar. Katakanlah sekarang usianya 65 tahun dan mungkin akan meninggal dunia di usia 75, itu 10 tahun yang akan datang. Diharapkan dengan kenaikan harga rutin setiap tahun 8%, maka dalam waktu 10 tahun saat meninggal dunia, nilai rukonya menjadi Rp 6,476 Milyar. Tetapi, tentunya ada ketidakpastian di sini. Bagaimana memastikan setiap tahun peningkatan harga pasti 8%? Bukankah nyatanya ruko bisa dijual dengan harga promosi, diskon di sana sini?

Asuransi bukan harta yang nilainya bisa berubah turun naik tanpa terduga. Dengan asuransi yang preminya kurang dari Rp 3 Milyar, bisa diperoleh perjanjian dengan Uang Pertanggungan Rp 6,474 Milyar saat meninggal dunia, bahkan walaupun ruko lain yang sekarang nilainya juga Rp 3 Milyar, saat itu dijual hanya dengan angka Rp 4 Milyar. Masuk dalam kepastian!

besok dan lusa ada acara camp, jadi libur dulu ya.....

No comments:

Post a Comment